1) Kontruktivisme
Kontruktivis merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Depdiknas 2002:10).
Teori-teori kontrukstivis menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi (M. Nur dan Prima Retno 2000:2). Teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Pembelajaran berpusat pada siswa atau student- centred instruction. Peran guru hanya membantu siswa menemukan fakta, konsep dan prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Wina (2005:118) berpendapat bahwa kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat kontruktivis yang digagas oleh Mart Baldawin dan dikembangkan dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktek pembelajaran yang harus dipegang guru menurut Masnur (2007:44) sebagai berikut:
(a) Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran
(b) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting dari pada informasi verbalistis.
(c) Siswa mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan menerapkan idenya sendiri.
(d) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
(e) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
(f) Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
(g) Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengetahuan baru).
Pembelajaran melalui pendekatan kontekstual pada dasarnya mendorong siswa dapat mengkontruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalamannya. Siswa didorong untuk mampu mengkontruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata
2) Menemukan (Inquiri)
Inquiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri yang siklusnya observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan (Depdiknas 2002:12). Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiri dalam pembelajaran Masnur (2007:45 ) menjelaskan: (1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri. (2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. (3) Siklus inquiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan. (4) Langkah kegiatan inquiri adalah merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens dan lain-lain).
Langkah-langkah menemukan (inquiri) adalah (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audiens lainnya.
Asas menemukan sendiri merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual. Dengan proses berpikir yang sistematis ini diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis yang dapat dijadikan dasar pembentukan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
3) Bertanya (Questioning).
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Wina 2005:120).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Depdiknas (2002:14) dijelaskan kegiatan bertanya berguna untuk: (1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis. (2) Mengecek pemahaman siswa. (3) Membangkitkan respon kepada siswa. (4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.(5) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.(6) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa. (7) Untuk menyegarkan kembali ingatan siswa.
Melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang disampaikan dalam pembelajaran kontekstual. Kemampuan guru untuk bertanya sangat diperlukan, karena dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya selalu digunakan.
4) Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar dalam kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah (Wina 2005:120). Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sarring dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, yang sudah tahu memberitahu yang sudah tahu, yang punya pengalaman berbagi pengalaman dengan orang lain. Masyarakat belajar adalah masyarakat yang saling membagi.
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik learning community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran dijelaskan dalam Depdiknas (2002:16) adalah (1) Pembentukan kelompok kecil.(2) Pembentukan kelompok besar.(3) Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb). (5) Bekerja dengan kelas sederajat. (6) Bekerja dengan kelompok dengan kelas di atasnya. (7) Bekerja dengan masyarakat.
5) Permodelan (Modeling)
Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa (Wina 2005:121). Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat mosik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer dan sebagainya.
Pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu memerlukan model yang dapat ditiru. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli bahasa inggris sekali waktu dapat dihadirkan dikelas untuk menjadi model cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika bicara, dan sebagainya. Penggunaan model akan membantu dalam pemahaman gejala dari suatu konsep yang abstak.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan pada masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang baru atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima (Depdiknas 2002:12).
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang diperoleh diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Sehingga siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinyatentang materi yang dipelajarinya. Pengetahuan itu mengendap dibenak siswa, kemudian mempelajarinya, maka siswa akan memperoleh ide-ide baru.
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian pengetahuan yang dimilikinya (Wina 2005:122). Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah: (1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.(3) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya. (3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.
Refleksi dapat membuat siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benaknya. Kesadaran seperti ini perlu ditanamkan kepada siswa agar bersikap terbuka terhadap pengetahuan baru. Biarkan siswa secara bebas menafsir pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang penagalaman belajarnya.
7) Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Wina (2005: 122) menjelaskan penilaian nyata atau sebenarnya adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa
Gambaran perkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses pembelajaran siswa. Prinsip-prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan penilaian autentik dalam pembelajaran, Masnur (2007:47) menjelaskan sebagai berikut:
(a) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
(b) Penilaian autentik dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
(c) Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluator) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
(d) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assesment).
(e) Penilaian autentuk mengukur keterampilan dan peformansi dengan kriteria yang jelas (peformant-based).
(f) Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
(g) Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan/ atau untuk menentukan prestasi siswa.
Karakteristik anthentic assessment dalam Depdiknas (2002:20) adalah (1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlansung. (2) Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif.(3) Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta. (4) Berkesinambungan. (5) Terintegral. (6) Dapat digunakan sebagai feed back.
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa dalam penilaian autentik adalah: Proyek/kegiatan dan laporan, PR, kuis, karya wisata, presentasi atau penampilan siswa, demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara terus menerus selama pembelajaran berlansung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar