Mata pelajaran IPA sebagai proses pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman lansung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inquiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas 2006:57). Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA menurut kurikulum 2004 berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan ”apa yang akan dipelajari” ke ”bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan dan
Depdiknas (2006:8) menjelaskan ada beberapa pertimbangan lain yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran IPA di SD yaitu: (1) Empat pilar pendidikan (belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup dalam kebersamaan dan belajar untuk menjadi dirinya sendiri). (2) Inquiri sains. (3) Kontruktivisme. (4) Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.(5) Pemecahan masalah dan pembelajaran sains yang bermuatan nilai.
Prinsip-prinsip yang dapat diturunkan dari konststruksivisme ialah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan diluar sekolah, dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah ini. Untuk melaksanakan proses belajar seperti ini Ratnawilis (1989:160) menyarankan beberapa prinsip mengajarkan sains/IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:
(a) Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa.
(b) Pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak
(c) Perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, dan berilah para siswa untuk menolak saran-saran guru.
(d) Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah dan demikian pula pemecahan-pemecahannya.
(e) Anjurkan para siswa untuk berinteraksi
(f) Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir.
(g) Anjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
(h) Perkenalkan ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun.
Siswa menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti dalam membangun pengetahuannya dalam pembelajaran. Siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran tersebut.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI 2006 mata pelajaran IPA di SD dalam Depdiknas (2006:57) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
(a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
(b) Mengembangan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
(c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tegnologi dan masyarakat.
(d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
(e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
(f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan tuhan.
(g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Kompetensi-kompetensi dasar dalam pembelajaran IPA di SD harus ditumbuhkan dalam diri siswa sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya. Kompetensi-kompetensi ini akan menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap, wawasan dan nilai. Dengan kata lain lulusan SD diharapkan memiliki kompetensi-kompetensi IPA diaplikasikan dalam kehidupannya.
Penerapan pendekatan kontektual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka baik dilingkungan kerja, maupun masyarakat (Masnur 2007:40)
Penyusun program pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, dirancang guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas. Program berisi skenario tentang apa yang dilakukan siswanya sehubungan dengan materi yang akan dipelajarinya. Saran pokok dalam penyusunan program pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas (2002:23) adalah sebagai berikut:
(a) Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
(b) Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
(c) Rincilah media untuk melakukan kegiatan itu.
(d) Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
(e) Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menetapkan komponen utama pembelajaran efektif ini dalam pembelajarannya. Penerapan pendekatan kontektual secara garis besar menurut Syaiful (2003:92) adalah (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5) menghadirkan model; (6) melakukan refleksi; (7) melakukan penilaian.
Pembelajaran IPA dengan pendekatan kontektual mendorong para guru untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik dan psikologi dalam meningkatkan hasil dan keaktifan siswa dalam belajar. Pemanfaatan pendekatan kontekstual akan menciptakan ruangan kelas yang di dalamnya siswa menjadi aktif bukan hanya pengamat yang pasif dan bertanggung jawab dalam belajarnya.
Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehai-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan pemaknaan sebuah pembelajaran akan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Melalui pendekatan kontekstual siswa menemui hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata.